Kerajaan Luwu - Bugis - Sulawesi Selatan

Kerajaan Luwu - Bugis - Sulawesi Selatan


Kerajaan Luwu - Bugis - Sulawesi Selatan

Kerajaan luwu adalah kerajaan bugis tertua yg ada di sulawesi (bahkan diyakini sebagai kerajaan tertua di Indonesia bagian timur) didirikan sejak abad ke-VII (pada masa ini hanya ada satu kerajaan yang berdiri di daratan Sulawesi; yaitu, kedatuan atau kerajaan Luwu. Pada saat itu Luwu adalah milik semua orang Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, Poso dan Kolaka. Namun pada pertengahan abad ke-X sebagian masyarakat Luwu akhirnya memilih bermigrasi dan berpindah ke jazirah selatan sulawesi dan mendirikan kerajaan-kerajaan sendiri; seperti kerajaan Wajo, Soppeng, Bone, dan Gowa Tallo). Pada abad ke-XIV sampai abad XV, kerajaan Luwu mencapai masa kejayaannya.



Jika ditarik kebelakang, nama kerajaan luwu sudah lama dikenal dalam naskah bugis kuno I La galigo (karya sastra terpanjang dan tertua di dunia). Naskah ini memang aslinya berasal dari kerajaan luwu yang menceritakan tokoh utamanya; yaitu, SawerigadingSawerigading merupakan sosok lelaki perkasa keturunan dewa yang mempunyai kesaktian yang luar biasa dan sekaligus merupakan putra mahkota dari Raja, Pajung/Datu Luwu II Batara Lattu dan cucu dari pendiri kerajaan Luwu yaitu Batara Guru. Selain kerajaan Luwu, ada juga dua kerajaan pertama yang diceritakan di dalam naskah I La Galigo; yaitu, kerajaan Tompotikka dan kerajaan Wewang nriwuk, namun keberadaan kedua kerajaan ini masih misterius.Kerajaan Luwu - Bugis - Sulawesi Selatan

Luwu
Pada bagian awal kisah dalam naskah I La Galigo yang lazim disebut mula tau, dikisahkan tentang awal mula peradaban masyarakat bugis. I La Galigo dalam kisahnya membagi bumi menjadi tiga bagian, bumi bagian atas, tengah, dan bawah. Kehidupan masyarakat Bugis dimulai di suatu daerah bumi bagian tengah yang bernama ware’ ( wareq atau luwu). Batara Guru dianggap sebagai leluhur orang bugis yang berasal dari dunia tengah yang menikah dengan seorang wanita yang berasal dari dunia bawah yang bernama We Nyili’ Timo. Keturunan dari keduannya kemudian berturut-turut menjadi lakon dalam kisah I La Galigo selanjutnya.
Tempat yang bernama Luwu memang sentral disebut dalam satra I La Galigo. Luwu merupakan sebuah tempat di bagian utara Teluk Bone yang berpusat di Ware’ atau Wareq (sekarang Palopo). Sehubungan dengan kisah yang diangkat dalam sastra I La Galigo, para peneliti menyimpulkan bahwa Luwu merupakan pusat dimana awal mula peradaban orang-orang Bugis (Jika anda melacak silsilah keturunan orang bugis, maka anda akan menemuinya di Luwu. Anda akan sampai pada Sawerigading, Batara Lattu dan Batara Guru dan berakhir pada pasangan Patotoe dan Palinge).
Situasi Politik Di Akhir Abad ke 15
Pada awal abad ke 15, Luwu’ menguasai Sungai Cenrana yang menghubungi Tasik Besar. Penempatan Luwu’ pula terletak di muara sungai Cenrana, manakala di hulu sungai pula terdapat beberapa kerajaan kecil. Luwu’ cuba mengekalkan pengaruhnya di bahagian barat, di jalan perhubungan antara Selat Makassar dan Sungai Cenrana melalui Tasik Besar, untuk mengawal perdagangan sumber-sumber asli di sebelah barat, mineral dari pergunungan Toraja dan sumber pertanian sepanjang Sungai Welennae. Walaubagaimanapun, Sidenreng, terletak di bahagian barat Tasik Besar telah memilih untuk berlindung di bawah Soppeng. Pada masa yang sama, Sawitto’, Alitta, Suppa’, Bacukiki’ dan Rappang, juga terletak di sebelah barat telah membentuk satu konfederasi dinamakan ‘ Aja’tappareng ‘ (tanah disebelah barat tasik) sekaligus menyebabkan Luwuk hilang pengaruh di atas kawasan ini.
Malahan, sesetengah penempatan-penempatan Bugis mula enggan berada dibawah pemerintahan Luwu’. Di hulu Sungai Cenrana pula, kerajaan Wajo’ sedang membangun dan mula menyebarkan pengaruhnya untuk mengawal kawasan sekelilingnya. Manakala pemerintah-pemerintah di kawasan sekeliling Wajo’ pula di gelar ‘Arung Matoa’ bermaksud Ketua Pemerintah. Sekitar 1490, salah seorang dari pemerintah ini membuat perjanjian dengan Wajo’, dan sekaligus meletakkan Luwu’ dibawah pengaruh Wajo’. Pada tahun 1498 pula, penduduk Wajo’ melantik Arung Matoa Puang ri Ma’galatung, seorang pemerintah yang disegani oleh orang Bugis, dan berjaya menjadikan Wajo’ sebagai salah satu kerajaan utama Bugis.
Di sebelah selatan pula, Bone, di bawah pemerintahan Raja Kerrampelua, sedang meluaskan sempadannya di kawasan pertanian sekaligus membantu ekonomi Bone, menambah kuasa buruh dan kuasa tentera. Penempatan Bugis yang disebut di dalam La Galigo kini terletak di bawah pengaruh kerajaan-kerajaan yang membangun. Soppeng pula terperangkap di antara Sidenreng, Wajo’ dan Bone manakala penempatan di tanah tinggi cuba keluar dari pengaruh Luwu’ dan pada masa yang sama ingin mengelakkan pengaruh kerajaan-kerajaan yang sedang membangun.
Kejatuhan Luwu
Tempoh antara 1500 dan 1530 menyaksikan kerajaan Luwu’ mula merosot. Ketika itu, Luwu’ diperintah oleh Dewaraja, seorang pahlawan yang hebat. Didalam pertemuan diantara Dewaraja dan Arung Matoa Puang ri Ma’galatung pada tahun 1508, Dewaraja bersetuju untuk menyerahkan kawasan-kawasan di sepanjang Sungai Cenrana kepada Wajo’ sebagai pertukaran Wajo’ hendaklah membantu Luwu’ menguasai Sidenreng dimana Sidenreng berjaya dikuasai oleh Luwuk dan Sidenrang terpaksa menyerahkan kepada Wajo’ kawasan timur laut dan utara Tasik Besar.
Pada tahun 1509, Luwu’ menyerang Bone untuk menyekat kuasa Bone tetapi ketika itu, Bone sudah pun menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan tentera Luwu mengalami kekalahan. Malahan Dewaraja, walaupun berjaya melarikan diri, hampir dibunuh jika tidak kerana amaran pemerintah Bone kepada tenteranya untuk tidak ‘menyentuh’ ketua musuh Bone. Walaubagaimanapun, Payung Merah milik Luwu’ yang menjadi simbol ketuanan tertinggi berjaya dimiliki Bone sekaligus mengakhiri ketuanan Luwu’ di negeri-negeri Bugis. Walaubagaimanapun, ketuanan Luwu’ masih disanjung tinggi dan dihormati oleh kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan. Bila penggantinya Dewaraja mangkat, Wajo’ menyerang Luwu’ dan meluaskan pengaruhnya di daerah-daerah Luwu’. Ini membolehkan Wajo’ menguasai beberapa kawasan-kawasan yang strategik.
http://www.imammurtaqi.com/2012/03http://www.imammurtaqi.com/2012/03/kerajaan-luwu-bugis-sulawesi-selatan.html/kerajaan-luwu-bugis-sulawesi-selatan.html
Istana ini di banggun pada tahun 1920 oleh Belanda setelah menguasai Luwu, menghancurkan istana Datu Luwu sebelumnya yang dinamakan "Langkanae" ( Rumah panggung yang terbuat dari kayu yang bertiang 88 batang). Para Sejarawan menilai pembongkaran Istana sebelumnya menjadi Istana yang berarsiktektur Belanda seperti sekarang ini oleh Belanda bertujuan untuk menghilangkan jejak-jejak sejarah di Kedatuan Luwu


Replika Istana LangkanaE' ini atau sering juga disebut rumah adat LangkanaE', merupakan saksi kejayaan dari Kerajaan Luwu pada masa lalu. Terdapat beberapa bangunan gedung bersejarah yang memiliki histori di sekelilingnya. Sebut saja, museum Batara Guru yang juga disebut museum Lagaligo dan monumen Toddopuli Temmallara, simbol perjuangan rakyat Luwu melawan penjajah. Bila kita mencoba untuk masuk kedalam Istana LangkanaE tersebut, para pengunjung lebih dulu harus melepas alas kaki. Bangunan Istana yang dibangun pada tahun 1920 ini, masih tetap kokoh yang dibangun dari kayu tanpa adanya material besi sebagai penopang. Di dalamnya terdapat ruangan besar yang kira-kira bisa menampung ribuan orang. Ruangan tersebut kerap dijadikan sebagai tempat Tudang Sipulung untuk membicarakan masalah kerjaan dan rakyat. Di tengah-tengah bangunan ada 2 kamar luas yang diyakini sebagai tempat istirahat dari datu dan raja. Sedangkan di belakang bangunan ada 2 kamar yang ukurannya kecil.


Sesuai namanya, Masjid Jami Tua Palopo, masjid ini berusia sangat tua, diperkirakan berdiri pada tahun 1604 M. Artinya, usia masjid ini sudah lebih dari empat abad. Masjid Palopo merupakan masjid kerajaan yang didirikan ketika Kerajaan Luwu sedang berada dalam masa kejayaannya. Saat itu, yang berkuasa di Luwu adalah Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe.


LokkoE yang terletak di Luminda, Sabbamparu, merupakan tempat pemakaman raja-raja (datu) Luwu. Tempat pemakaman ini menyerupai piramida yang ada di Mesir. Berbentuk kerucut dan di dalamnya disemayamkan para mendiang raja-raja Luwu yang dianggap dewan adat Luwu berhak dimakamkan di tempat pemakaman ini.







Description: Kerajaan Luwu - Bugis - Sulawesi Selatan Rating: 4 Reviewer: Wahyu Winoto, S.Pd. - ItemReviewed: Kerajaan Luwu - Bugis - Sulawesi Selatan

0 comments:

artikel terkait imam murtaqi